Artikel Terbaru :

Film Perawan Dayak dianggap Melecehkan

Kamis, Februari 07, 2013 | komentar (5)

PALANGKA RAYA, Kisah pemberian gelar Nyai Intan Garinda kepada artis seksi Julia Perez alias Jupe dan 11 kru pembuat film ‘Perawan Dayak’ yang mengambil lokasi syuting di Desa Tumbang Manggu, Kabupaten Katingan, masih menuai protes. Sejumlah aliansi organisasi dan tokoh Dayak Kalteng Kalteng meminta agar gelar yang diberikan kepada Jupe, serta judul film horor tersebut dihapus. Judul film ‘Perawan Dayak’ dianggap bukan mengangkat kebudayaan masyarakat Dayak, justru melecehkan dan menimbulkan konotasi negatif. Ditambah lagi, pemberian gelar kepada Jupe tersebut tidak tanggung-tanggung, karena mengambil nama-nama dewa menurut kepercayaan agama Hindu Kaharingan. Bahkan, pemberian tersebut seakan melalui prosesi yang sebenarnya ketika memberikan kepada orang-orang berjasa maupun mengangkat martabat warga Kalteng.

“Sabran Ahmad saja yang sudah termasuk salah satu pendiri Kalteng dan Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, tidak pernah diberi gelar. Lah ini, baru pertama kali datang ke Kalteng sudah diberi gelar. Bukan hanya ke satu orang, tapi 12 orang,” kata perwakilan Aliansi Organisasi dan Tokoh Dayak Kalteng, Thoeseng Asang, kepada sejumlah wartawan di Gedung Juang Kota Palangka Raya, Senin (5/11) sore.

Thoeseng membeberkan, pemberian gelar terhadap 12 kru film ‘Perawan Dayak’ yakni, Julia Perez bergelar Nyai Intan Garinda, Shankar Ramkhana bergelar Nyalung Tatu Sangian, Samuel Siregar bergelar Sari Antang Penyang, Rajindra Singh bergelar Lasang Kuning Tawar Bagantung, Yuli Rahmawati bergelar Nyai Putir Santang.

Kemudian, Novia Ranauna bergelar Nyai Raden Bulau, Chisra Doppert bergelar Nyai Lisan Tingang, Guntur Triyogo bergelar Panggul Nyahu, Jerry Licu Mahua bergelar Uhat Malatar Langit, Chytia bergelar Kameluh Kambang Garing, Muskur Bin Muhammad Alias bergelar Salutan Patendu Layang, dan Inan Yabosa bergelar Talunjung Penyang.

“Semua gelar atau sebutan, atau apapun namanya harus segera dicabut. Film ‘Perawan Dayak’ pun jangan sampai ditayangkan. Kita minta agar judul film dan narasi aslinya harus diganti atau melewati sensor dari berbagai pihak,” ucapnya. Jika ingin pembuatan film tetap dilanjutkan, tambah Thoeseng, harus melalui proses editing atau sensor dari Pemerintah Provinsi Kalteng, Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MB-AHK) Kalteng, dan Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kalteng.

Sedangkan mengenai pemberian gelar, Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) melalui DAD Kalteng, harus bersikap tegas. Sebab, kriteria dan proses pemberian gelar tersebut telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak Kalteng.
“Cukup sudah kejadian pemberian gelar terhadap 12 kru film ‘Perawan Dayak’ tersebut. Kita tidak ingin hal itu terulang kembali. Kita tidak ingin pemberian gelar Adat Dayak diberikan oleh segelintir orang tanpa diketahui masyarakat, apalagi tidak atas pengesahan Pemangku Adat Dayak,” tegasnya.

Thoeseng Asang menambahkan, pencabutan gelar dan penghapusan judul film ‘Perawan Dayak’ tersebut berdasarkan kesimpulan dari beberapa elemen organisasi dan tokoh masyarakat maupun adat yang ada di Kalteng. “Kita akan berikan pernyataan dan rekomendasi ini langsung kepada Ketua DAD Kalteng, Sabran Ahmad, agar segera ditindaklanjuti,” tandas Thoeseng.

Sabran Ahmad yang turut hadir dalam jumpa pers tersebut mengaku bahwa pihak DAD Kalteng sedang mencari orang yang memberikan gelar tersebut. Sebab, menurut dirinya, pemberian gelar terhadap 12 kru film ‘Perawan Dayak’ sangat sembarangan dan tidak sesuai kriteria Perda Nomor16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak Kalteng.

“Siapa yang memberi gelar, sampai hari ini kita tidak tahu. Saya tanya ke Bupati (Katingan), juga tidak tahu. Makanya kita masih mencari. Kalau sudah ketemu, kita akan minta agar gelar itu dicabut. Sebutan dan gelar itu sama saja maknanya,” tegas Ketua DAD Kalteng, usai menerima rekomendasi yang disampaikan Perwakilan Aliansi Organisasi dan Tokoh Dayak Kalteng.

Salah satu tokoh pendiri Kalteng ini pun menilai, polemik pemberian gelar dan pembuatan film ‘Perawan Dayak’ masih sangat misterius. Sebab, kru ataupun produser tidak pernah meminta izin atau berkomunikasi dengan Pemprov Kalteng maupun Pemkab Katingan.


Untuk itu, dirinya sebagai Ketua Umum DAD Kalteng akan mengirimkan surat kepada produser, sutradara ataupun pihak yang berwenang terhadap proses pembuatan film tersebut. Isi surat tersebut nantinya akan meminta agar film ‘Perawan Dayak’ tidak ditayangkan, dan harus meminta izin kepada pemerintah setempat bila ingin melakukan proses shuting.
Share this article :
Artikel tentang Film Perawan Dayak dianggap Melecehkan. diposting oleh Unknown pada hari Kamis, Februari 07, 2013.Tak lengkap rasanya jika kunjungan anda di pehu.web.id. ini tanpa meninggalkan sedikit jejak. Semoga artikel Film Perawan Dayak dianggap Melecehkan ini bermanfaat. Terimakasih...

Get free daily email updates!

Follow us!

5 KOMENTAR

13 Februari 2013 pukul 10.48

Saya tertarik dengan populer post blog ini.

15 Februari 2013 pukul 20.49

saya ikut prihatin sob dengan kejadian ini

17 Februari 2013 pukul 05.35

@Muro'i El-BarezySykron Akhy berkenan mampir lagi di ghubuk ane...tebarkan silaturrahim ke sesama blogger...

17 Februari 2013 pukul 16.51

@Indah POk deh nanti ane share...

19 Februari 2013 pukul 10.30

Prihatin juga dgn kejadian ini. Beginilah negara kita sob, asal senang asal dapet duit, dilakukan dgn segala cara !

Satu lagi, yg namanya JP saya paling enek liatnya sob

TULIS KOMENTAR DI BAWAH INI

Terima kasih atas kunjungannya. Bahagia rasanya jika Anda berkenan meninggalkan sedikit jejak disini. But No Spam, No Porn....OK Bro!!!

 
Template dimodifikasi oleh pehu.web.id
Copyright © 2013. | Powered by Blogger